PSSI – LAHAN REBUTAN



( Dendam Dua Gruop - Bakrie Vs Medco )
Ir. Andi Ms Hersandy
Tulisan ini adalah bersifat opini pribadi saya dan tidak mewakili siapapun dan boleh jadi tulisan ini mengada-ada namun semua saya serahkan kepada para pembaca untuk menilainya. Tulisan inipun telah saya publikasikan di Akun Fb saya tertanggal 18 Desember 2011. Ini hanya sebahagian dan untuk selengkapnya silahkan updet fb-nya. ( Daftar pustaka: Berbagai Sumber )
Arifin Panigoro dan Aburizal Bakrie alias Ical adalah dua pengusaha yang tumbuh besar sejak Soeharto membentuk Tim Keppres 10, 23 Januari 1980. Tim itu diketuai oleh mendiang Sudharmono dan Ginanjar Kartasasmita duduk sebagai salah satu anggota tim. Oleh presiden Soeharto pembentukan tim itu dimaksudkan untuk menumbuhkan pengusaha pribumi dengan antara lain mengalokasikan sejumlah proyek nondepartemen bernilai di atas Rp 500.000.000 ( sekarang nilainya Rp. 500 milyar )
Sekretariat Negara di bawah Sudharmono kala itu  ditunjuk sebagai penanggungjawab keberhasilan program. Lewat tim itulah sejumlah pengusaha muda pribumi kemudian banyak mendapat prioritas. Ical, Arifin P, Jusuf Kalla, Iman Taufik, Fadel Muhammad, dan Agus Kartasasmita adalah beberapa pengusaha yang banyak “berhubungan” dengan Tim Keppres 10.
Hubungan mereka dengan Sudharmono dan Ginanjar, sejak itu lantas menjadi seperti hubungan bapak-anak. Sudharmono mengenal mereka sebagai pengusaha-pengusaha pribumi yang profesional, sementara para pengusaha itu menganggap Sudharmono sebagai tokoh yang bersih, kendati loyal kepada Soeharto dan berada di lingkaran kekuasaan.
Kini, dua dari pengusaha yang disusui oleh Orde Baru itu yakni Ical dan Arifin terlibat perseteruan panjang. Arifin adalah salah satu raja minyak yang cukup terkenal terutama sejak reformasi dan Ical adalah salah satu orang terkaya di Indonesia.
Arifin pemilik kerajaan bisnis Grup Medco dan Ical pemilik kerajaan bisnis Grup Bakrie. November tahun 2010, Arifin gagal menjual salah satu anak bisnisnya ke Pertamina karena konon terutama karena Golkar yang dikendalikan Ical menjegal rencana penjualan itu melalui orang-orangnya di Senayan.
Tapi itu hanya titik kecil dari perseteruan keduanya. Sebagian orang tahu, Keluarga Arifin dan Keluarga Bakrie sudah saling meradang sejak kedua keluarga itu tidak bersepakat soal tanggungjawab dalam kasus luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. PT Medco E&P Brantas anak perusahaan dari PT MedcoEnergi, dulu memang pernah menjadi peserta [participating interest] eksplorasi dan pengeboran Lapindo. Perusahaan itu mengantongi 32% saham di PT Energi Mega Persada Tbk. salah satu sayap bisnis Grup Bakrie dan pemilik Lapindo Brantas Inc. Perusahaan kontraktor kontrak kerjasama yang ditunjuk BP Migas melakukan pengeboran minyak dan gas bumi di tepi Sungai Brantas. Tapi entah kenapa, 29 Mei 2006 Medco kemudian menarik diri setelah bencana lumpur itu menyebur di Sidoarjo.
Akibat sikap Medco [Arifin] yang seperti itu, Nirwan Bakrie [adik Ical] CEO Lapindo Brantas Inc. konon berang. Nirwan bahkan disebut-sebut sempat mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada Hilmi Panigoro, adik Arifin. Sejak itu hubungan dua keluarga pengusaha itu, dikabarkan terus memburuk. Apalagi hingga sekarang, Grup Bakrie yang harus menanggung sendiri semua risiko akibat luapan lumpur Lapindo itu.
Arifin yang sudah “keluar” dari dunia politik kemudian seperti menyepi. Nyaris tidak ada suaranya, meski dia tentu saja masih ikut mengendalikan dari balik layar sejumlah manuver politik. Adapun Ical, terus moncer dan sebagian orang, kini menyebutnya sebagai “the real of president 2014.” Dan ini telah direkomendasikan oleh Payung kuning yg dinahkodainya.
Hubungan dua keluarga pengusaha itu semakin renggang, ketika Sri Mulyani Indrawati sering bertabrakan dengan Ical ketika keduanya masih menjadi menteri di kabinet pemerintahan SBY-JK. Sri Mulyani, sejauh ini memang dikenal “lebih dekat” ke Arifin ketimbang misalnya ke Ical.
Beberapa keputusan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, antara lain untuk kasus saham PT Bumi Resources Tbk. awal November 2008 lalu, dituding oleh kelompok Ical, sebagai bagian dari manuver Arifin. Sebuah tudingan yang niscaya dianggap lelucon oleh Arifin dan juga Sri Mulyani.
Kini, hubungan dua keluarga pengusaha superkaya itu tampak seperti tak bisa direkatkan, setelah Arifin dkk. membiayai penyelenggaraan Liga Primer Indonesia ( LPI ). Hak siar kompetisi ini dikantongi oleh stasiun televisi Indosiar [Grup Salim], sementara hak siar Liga Super [tentu saja] dipegang stasiun ANTV [Grup Bakrie].
Prestasi sepakbola di era Nurdin Halid selama 8 tahun yang tidak yang dianggap tak membaik bahkan cenderung memburuk ditutupi dengan riuh - rendahnya Liga yang digulirkan, kemudian muncullah gagasan seorang Presiden SBY tentang Kongres Sepakbola Nasional. Di titik inilah harusnya momentum perbaikan sepakbola Indonesia dilakukan yang entah karena apa tidak terlaksana.
Tentu saja Liga Super bukan sekadar sebuah kompetisi sepakbola yang dimasudkan untuk “menantang” Liga Super yang digelar oleh PSSI, tak pula ditujukan untuk misalnya memberikan kebebasan kepada pemain sepakbola memilih arena bertanding yang mereka sukai, seperti wartawan yang bebas memilih induk organisasi profesi.
Liga Primer seharusnya juga dibaca sebagai mesiu politik yang lain dari Arifin yang diarahkan kepada Ical. Tidakkah Nirwan Bakrie adalah Wakil Ketua Umum PSSI?
Keluarga Bakrie katanya, penggila olahraga. Ical dikenal sebagai jago tenis, dan Nirwan walaupun tidak bisa bermain sepakbola, dikenal sebagai penggila olahraga paling popular di dunia itu.
Keluarga Bakrie tentu saja melalui kelompok bisnisnya bahkan telah mengakuisisi 20 persen saham klub sepakbola Leicester Inggris meski selanjutnya melepasnya kemudian membeli Cs. Vise Belgia dan Brisbane Roar club asal Austarlia. Keluarga itu, disebut-sebut telah memberikan hadiah Rp 3 miliar kepada pemain Timnas. Demikian pula, sejumlah pemain sepakbola PSSI telah disekolahkan ke Uruguay dengan dukungan dana sepenunya dari Keluarga Bakrie. Memang ada salahnya jika beberapa pengamat sepak bolah beranggapan bahwa PSSI era nurdin tidak memperhatikan pembinaan usia dini.
Bagaimana dengan Nurdin? Ketua Umum PSSI itu suatu hari pernah berkata: “Keberhasilan Timnas [di ajang AFF] adalah berkat pengorbanan besar keluarga Bakrie, terutama Nirwan.” Benar, Nurdin memang orang dekat Keluarga Bakrie. Blunder AFF 2010 yang menyebabkan Rezim Nurdin dan Nirwan itu terguncang, kalaulah saja tidak ada ucapan terima kasih kepada parpol tertentu dari mulut ketua PSSI saat itu dan kalau saja Team Nasional PSSI saat itu menjadi Juara AFF, entah apa selanjutnya. Tapi itu hanyalah segelintir kekecewaan orang disekeliling Nurdin dan Nirwan padahal sesungguhnya manufer itu telah terjalin dari sabang sampai marauke dimana skenario sesungguhnya terletak di tangan Saleh Mukaddar mantan pengurus PSSI era nurdin yang dikenai etika disiplin yang kini mendekati Arifin P.
Nurdin selain sebagai Ketua Umum PSSI, dia dikenal pula sebagai politisi Partai Golkar dan Ketua Dewan Koperasi Indonesia alias Dekopin. Tahun 2004-2009, dia terpilih sebagai ketua Dekopin menyusul rekonsiliasi faksi-faksi di organisasi koperasi itu yang difasilitasi oleh Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan [Partai Demokrat]. Dia pula pernah menjadi narapidana kasus korupsi Meskipun akhirnya bebas karena bukti yang kurang kuat. Nama Nurdin juga disebut-sebut oleh Hamka Yamdu [salah satu narapidana kasus suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi senior BI 2004] ikut menerima cek perjalanan sebanyak 10 lembar dengan nilai Rp 500 juta. Hamka mengungkapkan keterlibatan Nurdin, ketika dia memberikan kesaksisan dalam sidang di Pengadilan Tikipikor, Jakarta, 27 April lalu.
Nurdin Halid terpilih menjadi ketua umu PSSI periode 2003-2007 dalam kongres PSSI di hotel Indonesia, Jakarta, selasa 21 oktober 2003 menggantikan Agum Gumelar . Ia meraih 183 suara dalam pemilihan putaran kedua, unggul atas Jacob Nuwawea, Padahal ketika itu Nurdin jadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana koperasi distribusi indonesia ( KDI ). Malam saat itu, Nurdin dengan tegar mengatakan ” Ketika kapal ( Phinisi ) berlayar, pantang surut sebelum sampai tujuan.
Kondisi serupa terulang pada saat dirinya dipanggil polisi dalam kaitan kasus gula impor ilegal, Nurdin malah terpilih menjadi ketua Dekopin ( Dewan Koperasi Indonesia ) periode 2004-2009 dalam munas dekopin ke 57 di hotel Aryaduta, Jakarta 15 Juli 2004.
Lalu sehari kemudian 16 juli 2004 ia memenuhi panggilan polisi dan ditetapkan sebagai Tersangka kasus gula infor ilegal dan ditangkap. Ia dituduh bertanggung jawab atas imfor gula ilegal tersebut. Ia kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam kasus distribusi minyak goreng. Namun dengan kehebatan dan dukungan dari rekannya di PSSI ia mampu mengendalikan PSSI dengan mengangkat Agusman Effendi sebagai pelaksan tugas ketua umum 22 oktober 2004. Hampir setahun kemudian tanggal 16 juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah dan oleh Pengadilan Negeri Jakarta selatan di bebaskan. Ia kemudian kembali dituntut dalam kasus gula imfor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya di tolak majelis hakim pada 15 desember 2005 karena berita acara pemeriksaan ( BAP ) perkaranya cacat hukum. Ia juga dituduh melanggar ke Pabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis 2 tahun 6 bulan penjara pada 9 Agustus 2005 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapat remisi dari pemerintah. Dan al-hasil 20 April 2007 Nurdin kembali terpilih menjadi ketua PSSI pride 2007-2011.
Pada 13 September 2007 Ia kembali divonis dua tahun penjara dalam kasus pengadaan minyak goreng . Mahkamah Agung (MA) memvonis Nurdin dengan hukuman dua tahun penjara yang membatalkan putusan PN Jaksel pada 16 juni 2005 silam.
Berdasarkan standar statuta FIFA seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepak bola nasional. Karena alasan tersebut, Nurdin didesak untuk mundur dari berbagai pihak. Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI saat itu), Ketua KONI dan bahkan FIFA menekan Nurdin untuk mundur. FIFA bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum.
Dalam Situr resmi Fifa tertanggal 29 oktober 2009. Berikut adalah petikan rilis FIFA tersebut:
FIFA sent a letter to the Football Association of Indonesia (PSSI) in June 2007 indicating that the association must reorganise elections, as the electoral process that took place on 20 April 2007 - the day after the ratification of the updated statutes - was not conducted in line with the timelines stipulated in the PSSI statutes. The committee ratified this decision and also decided that in accordance with the statutes, a person who has been convicted of a crime and is currently in prison would not be eligible to stand for election.
FIFA telah mengirim surat kepada PSSI pada Juni 2007 yang mengindikasikan bahwa PSSI harus mengulangi pemilihan (Ketua Umum PSSI), karena proses pemilihan yang dilakukan pada 20 April 2007 (sehari setelah ratifikasi perubahan statuta) tidak dilaksanakan sesuai dengan garis waktu yang diatur di Statuta PSSI. Komite meratifikasi keputusan ini dan juga memutuskan bahwa sesuai dengan statuta, seseorang yang sudah diputuskan bersalah atas tindak pidana dan sedang dipenjara tidak boleh mengikuti pemilihan.
Akan tetapi Nurdin bersikeras untuk tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI, dan tetap menjalankan kepemimpinan PSSI dari balik jeruji penjara. Agar tidak melanggar statuta PSSI, statuta mengenai ketua umum yang sebelumnya berbunyi “harus tidak pernah terlibat dalam kasus kriminal” (bahasa Inggris: “They…, must not have been previously found guilty of a criminal offense….”) diubah dengan menghapuskan kata “pernah” (bahasa Inggris : “have been previously”) sehingga artinya menjadi “harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal” (bahasa Inggris : “… must not found guilty of a criminal offense…”). sampai masa tahanannya berakhir , Nurdin dibebaskan pada Novenber 2008 dan kembali menjabat sebagai ketua umum PSSI.
Keputusan FIFA tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh PSSI dan malah pada April 2009, PSSI menggelar Munaslub di Ancol, Jakarta, dan melanggengkan kekuasaan Nurdin hingga tahun 2011. FIFA memberikan persetujuan melalui Direktur Asosiasi dan Pengembangan FIFA Thierry Regenass yang hadir di Munaslub tersebut. Mungkin bagi pihak nurdin ini adalah persetujuan FIFA namun oleh kelompok yang berseberangan pasti mengatakan ini adalah rekayasa.  Kebenaran dan kesalahan kita yakini itu adalah konsekwensi dari kelompok yang berseturu yang tentu satunya mengatakan benar dan yang satunya lagi mengatakan salah.
Nurdin, Nirwan dan Andi Darussalam Tabusalla adalah Tiga Serangkai yang tidak terpisahkan di PSSI. Nurdin ketua, Nirwan wakil, dan Andi Direktur Badan Liga Indonesia. Orang penting lainnya di PSSI adalah Berhard Limbong [Ketua Induk Koperasi Angkatan Darat atau Inkopad] yang sekarang ini menjadi penaggung jawab Timna s U23, dan Ibnu Munzir [Wakil Ketua Fraksi Golkar di DPR].
September tahun 2010 lalu, Andi pernah menantang Arifin Panigoro. Kata Andi, “kalau Arifin membuktikan janji menyuntikkan dana Rp 540 miliar kepada 18 klub peserta Liga Super Indonesia, dia akan menyerahkan jabatannya sebagai direktur penyelenggaran liga di Indonesia kepada Arifin. Silakan kucurkan uang itu ke Escrow Account masing-masing klub, maka pengelolaan BLI akan kami serahkan kepada beliau. Tak perlu repot-repot membuat kompetisi tandingan,” begitulah kata Andi.
Namun hal itu tak digubris oleh Arifin dan bahkan lebih cenderung untuk membuat liga tandingan ketimbang menerima tawaran itu. Ini sebenarntya sebagai salah satu bukti ketidak seriusan Arifin membangkitkan sebak bola indonesia karena memang orientasi kepentingan dan dendam yang akan lebih ditonjolkan.
Corak marut Persepak bolaan tanah air ini terbukti mulai terasa ketika kelompok Arifin CS membuat Club-Club dadakan untuk berkompetisi diajang Liga Baru yang disebutnya Liga Profesional dengan nama Liga Prima Indonesia ( LPI ), dibiayai oleh satu sponsor yaitu yg disebut konsorsium tanpa mengandalkan dana dari APBD.
Awal Pelaksanaan Liga Primer Indonesia ( LPI ) yang dibentuk AriFin P cs, PSSI menganggap pergelaran liga itu ilegal, karena katanya tidak direstui FIFA, AFC dan tentu saja oleh PSSI. Kontan saja tendangan selanjutnya adalah teriakan-teriakan agar Ketua Umum PSSI Nurdin Halid mundur dari jabatannya, dan kabar tentang pencoren ditimnas Irfan Bachdim pemain Persema Malang yang berlaga di Liga Primer. Lalu benarkah semua tendangan “bola” itu hanya akan berhenti pada persoalan Liga Primer, Liga Super, Nurdin dan PSSI, atau itukah karena yang tak lain dendam kesumat dari Keluarga Arifin dan Keluarga Bakrie?
Sadar bahwa kekuasaan mulai digoyang, PSSI mulai merancang skema pengamanan dimulai dengan Kongres Tahunan 2010 di Bali yang beberapa keputusannya adalah bom waktu yang disimpan untuk meledak pada waktunya ( pembagian saham 99% club Sementara PSSI 1 %, soal operator liga yang dinahkodai PT Liga, Soal 18 peserta Liga Super , dll )
Marilah tengok Liga Primer Indonesia yang dimulai 8 Januari 2011. Penyelanggara liga ini dikabarkan juga telah mendekati PT Djarum, produsen rokok yang dikendalikan oleh Keluarga Hartono [pemilik BCA]. Djarum sejauh ini dikenal sebagai penyokong utama Liga Super [PSSI] dan disebut-sebut telah menghabiskan sekitar US $ 5 juta per tahun untuk kompetesi Liga Super. LPI selanjutnya gagal dalam pendekatan tersebut.
19 klub yang berlaga di liga tersebut. Yaitu Aceh United, Bali De Vata, Bandung FC, Batavia Union, Bogor Raya, Cendrawasih Papua, Jakarta 1928, Kabau Padang, Ksatria XI Solo, PSM Makassar, Manado United, Medan Chiefs, Medan Bintang, Persebaya, Persema, Persibo [Bojonegoro], Real Mataram, Semarang United dan Tangerang Wolves. Hanya ada 3 tim yang mapan yaitu PSM, Persebaya dan Persema, yang lainnya hasil Sulapan Arifin P dengan mengatas namakan konsorsium membeli club-club tersebut termasuk ketiganya.
Beberapa pemilik klub [politik] sepakbola :
Persema, klub tempat Irfan Bachdim bermain, sebelumnya dimiliki oleh PT Bentoel Investama. Klub ini sempat diambilalih oleh Peter Sondakh dan kini dikendalikan oleh Walikota Malang, Peni Suparto [politisi PDI-P]. Lalu Persibo Bojonegoro diketuai oleh Suyoto, Bupati Bojonegoro, yang juga ketua Partai Amanat Nasional Jawa Timur. Semarang United dikendalikan oleh Kukrit Suryo Wicaksono, CEO Grup Suara Merdeka, kelompok media terbesar di Jawa Tengah.
Adapun Arifin, tahun lalu telah mengakuisisi PT Pengelola Persebaya Indonesia, pemilik klub sepakbola Persebaya Surabaya, Jawa Timur tahun lalu. PT Pengelola Persebaya-pun menyediakan Rp75 miliar untuk Persebaya. Kemudian Persija yg nyata dimilki oleh Fery paulus kini diklaim milik hadi basalamah, sementara itu PSM yg dimotori oleh Ilham AS memilih mundur dari ISL lantaran dendam kesumah pada Bakrie yg mendepaknya dari ketua DPD partai golkar sulsel. Melalui Nurdin Halid, Ical Bakrie lebih memilih Syahrul Ketimbang Ilham. Spontan Ilham naik pitam. Bahkan ketika nurdin halid memberi sangsi PSM turun kedevisi 1 ilham berkata ” Tunggu saatnya Nurdin akan bermasalah besar “. Ilham terpilih menjadi Ketua Partai Demokrat Sulsel, dengan mendekati menteri pemuda dan olahraga yg tak lain adalah salah satu Ketu DPP partai Demokrat turut menghujat Nurdin Halid dan Kawan kawan di PSSI dan alangkah Bobroknya Seorang Menteri juga mendukung LPI yg nyata bukan Liga profesional kala itu hanya sebagai liga balas dendam, dan boleh dikatakan konsep LPI yang mengandalkan dana Satu sponsor ( Dana Konsorsium ) itu gagal total, Sepi Penonton dan bahkan merugi, olehnya untuk mengembalikan sejumlah dana yang Milyaran Rupiah jumlahmya jalan satu-satunya adalah menguasai ISL di PSSI. Kelompok LPI ini menggalang kekuatan didaerah-daerah pemilik suara sah di tubuh PSSI dengan membentuk kelompok yang dinamainya K78.
Kemenangan awal yg diperoleh kelompok LPI ketika dibekukannya PSSI oleh Menpora ( Alfian Mallarangeng ). Selanjutnya kantor PSSI disegel oleh pemerintah dalam hal ini Menpora. Kelompok Nurdin Halid, Nirwan Bakrie Bahkan Nugraha Besus kini hijrah ke tempat bernaungan Andi Darusalam di PT. LI . Ini berawal ketika Pada kongres yg rencana dijalankan dg mulus oleh PSSI di Pekanbaru kini berakhir ricuh dan bahkan k78 mendobrak pintu dan membuat kongres sendiri yg menetapkan George Toisuta dan aripin P sebaga calon ketua dan wakil ketua PSSI priode 2011-2015. Oleh Menpora ia melimpahkan semua kesalahan ini kepada Nurdin CS.
Tangga 1 April 2011 FIFA memutuskan pembentuk Komite Normalisasi untuk mengambil alih kepengurusan Nurdin Halid di PSSI. Keputusan ini dipublikasikan di situs resmi FIFA pada tanggal 4 April. Komite ini dipimpin oleh Agum Gumelar dan dibantu tujuh anggota, yakni Djoko Drijono (CEO BLI), Hadi Rudiatmo (Ketua Persis Solo), Sukawi Sutarip (Ketua Pengprov PSSI Jawa Tengah), Siti Nuzanah (Direktur Arema), Samsul Ashar (Ketua Persik Kediri), H. Satim Sofyan (Ketua Pengprov PSSI Banten), Dityo Pramono (Ketua PSPS Pekanbaru). Lima nama terakhir merupakan anggota Kelompok 78. FIFA juga melarang empat nama yakni, Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisuta untuk maju pada pemilihan pengurus PSSI,
Tugas Komite Normalisasi :

- Mengatur pelaksanaan pemilihan pengurus baru PSSI periode 2011-2015 paling lambat 21 Mei.
- Menempatkan Liga Primer Indonesia di bawah kendali PSSI atau membubarkannya.
- Menjalankan tugas keseharian PSSI.
Di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (20/5). Kongres PSSI oleh Komite Normalisasi resmi di buka oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, yang berujung pada penghentian Kongres. Anggota Komite Normalisasi Hadi Rudyatmo menilai kelompok 78 pendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro telah mempermalukan bangsa dan negara di hadapan masyarakat sepak bola dunia. Menurutnya, tindakan kelompok 78 dalam Kongres PSSI kemarin jauh lebih memalukan dibanding gerakan pendukung Nurdin Halid, beberapa waktu lalu. “Komite Normalisasi tidak sanggup menormalkan mereka,” kata Rudy, demikian panggilan akrabnya saat ditemui di kediamannya, Sabtu, 21 Mei 2011 oleh berbagai media. dia menyebut jika kelompok itu tidak memiliki itikad baik serta etika dalam persidangan. Sebab, kelompok tersebut terlalu memaksakan kehendak dan tidak bisa menghormati pimpinan sidang ( Agum Gumelar ) yang bahkan menunjuk-nunjuk, berkata kau dan anda kepada pak Agum. Sungguh memalukan etika semacam ini. ”Sangat disayangkan Kongres dihentikan dan tanpa hasil,” kekisruhan ini terjadi ketika kelompok 78 memprotes keras bapak Agum Gumelar sebagai ketua komite yang tidak meloloskan George Toisuta dan Arifin P sebagai Calon ketua dan wakil ketua PSSI Priode 2011-2015. Dengan kejadian itu berbagai sumberpun bermunculan tentang berita akan sangsi FIFA untuk tidak memperbolehkan Timnas serta club-club tanah air berlaga di kancah internasional. Dengan harap cemas sebagian masyarakat pencinta bola tanah air akan suspen atau sangsi FIFA atas kejadian itupun tak menjadi kenyataan ketika pak agum melakukan pendekatan kepda pihak FIFA di Surich Swis.
Melalui kelompok 78, kelompok LPI yg dimotori Arifin P yg meski di ditolak oleh FIFA menjadi calon ketua PSSI lantaran terjadinya kekacauan pada kongres yg dilaksanakan di Pekan Baru-Riau dan Jakarta yang di laksanakan oleh PSSI era Nurdin Halid, tetap bersikukuh untuk menguasai PSSI. Dengan menjadikan Prof. Djohar A.H sebagai calon ketua umum PSSi .
Maka Djohar Arifin Husin berhasil merebut ketua umum PSSI setelah dalam pemungutan suara pada Kongres Luar biasa (KLB) PSSI di Solo yang dilaksanakan oleh Ketua Normalisasi Agum Gumelar dan Timnya, Jateng, Sabtu (9/7), Dia memperoleh 61 suara dari 100 suara yang diperebutkan. Sedangkan Agusman Efendi, hanya 38 suara.
Dari 100 surat suara yang dikumpulkan, 99 suara sah dan satu suara tidak sah karena memilih nama di luar dua kandidat yang dijagokan.
Sebelumnya, Djohar Arifin memimpin putaran pertama pemilihan Ketua Umum PSSI Ia meraih 53 suara, sedangkan Agusman Efendi 39 suara. ini belum bisa memuluskan langkah mantan staf ahli Menpora menjadi ketua karena belum memenuhi 67 persen total suara.
Djohar kemudian bertarung kembali pada putaran kedua bersama Agusman Effendi yang memperoleh 39 suara. Sedangkan satu calon Japto Soerjosoemarno yang memperoleh 4 suara juga lolos ke putaran kedua, namun memilih mengundurkan diri.
Dibagian lain setelah pemilihan ketua kini giliran Farid Rahman akhirnya terpilih sebagai wakil ketua umum PSSI periode 2011-2015. Farid Rahman berhasil menyingkirkan Erwin Aksa dalam pemilihan dua putaran tersebut. Pada putaran pertama, Erwin Aksa sebenarnya berhasil memimpin dengan perolehan 51 suara mengalahkan Farid yang mengoleksi 47 suara. Sedangkan satu kandidat lainnya, Rahim Sukasah mengantongi 1 suara dari total 99 suara.
Ini adalah kemenangan besar yang kedua diperoleh kelompok LPI dimana dua sosok pemegang tampuk kekuasaan di tubuh PSSI adalah titipan LPI melalu kelompok 78 dan kemenangan ini akan berlanjut sampai tuntas.
Dengan menyertai semangat yang berkobar, Gonjang ganjing diperhelatan sepak bola tanah air ini pun berlanjut dan telah menjadi sorotan publik yg tak lain terbentuknya dua lisme kompetisi di tubuh PSSI. Hampir semua pencinta bola tanah air mungkin tahu keberadaan IPL ( Dulu LPI ) yang kini menjadi Legal karena para punggawa LPI memegang tampuk kekuasaan di PSSI era ini
sementara ISL yg dulu adalah Legal di Era Nurdin Halid, Nirwan Bakrie dan A. Darussalam T kini tersingkirkan dan bahkan dianggap tidak legal. Ini konsekwensi dari suatu kompetisi kepempinan apabila didalamnya tertanam jiwa kepentingan kelompok semata tanpa memikirkan baik atau buruknya dimata masyaralkat.
Ada satu amanat FIFA yg sengaja disimpan menjadi bom waktu yaitu soal normalisasi kompetisi di Indonesia pasca munculnya Liga Primer Indonesia. Komite Normalisasi hanya fokus pada bagaimana memilih ketua PSSI, padahal ada amanah besar yang juga harus diselesaikan yaitu soal normalisasi kompetisi. Mengapa tidak bisa di selesaikan ? mungkin kita bisa tanyakan kepada Djoko Driyono - pengelola liga super Indonesia - yang saat itu menjadi Sekertaris KN dan ex-officio menjalankan fungsi Sekretaris Jenderal.
Bom Waktu yang lain adalah menyusupkan kaki tangan di dalam barisan perubahan untuk kemudian menjadi sel yang berada di dalam yang dapat diaktifkan pada saatnya untuk melakukan serangan mematikan.
PSSI baru dibawah Djohar Arifin ketika memulai pembenahan dengan melakukan pembenahan di dalam rumah, terutama ketika akan menerapkan standar profesional yang benar sesuai dengan standar AFC bagi klub di Indonesia tapi kemudian terjadi langkah - langkah kompromistis yang dilakukan oleh beliau dengan kekuatan lama dengan nama pengurus klub, exco dan pengda.
Ada kesalahan yang sebenarnya dilkukan oleh para Angota Normalisasi dan sampai saat ini menjadi momok menakutkan bagi pengurus didaerah yakni poin yang menuntaskan kompetisi LPI sampai saat ini belum terselesaikan oleh pak Agum dkk. Kelompok-kelompok didaerah ini takut akan perpecahan tim yg telah dibinanya puluhan tahun silam semisal Arema, Persija, PSMS, dan Persebaya. Tugas yg belum tuntas yaitu Menempatkan Liga Primer Indonesia ( LPI ) di bawah kendali PSSI atau membubarkannya. Ini tak pernah ada keputusan dari Tim Normalisasi sampai saatnya para punggawa LPI berkuasa di PSSI.
Kini Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Nugraha Besus dan Andi Darussalam tidak lagi di PSSI, akan tetapi kekisruhan kini berlanjut. Awal kekisruhan ini ketika di pecatnya Alfreed Rield secara sepihak oleh PSSI dari pelatih Timnas yang digantikan oleh Wim R pelatih yang mengarsiteki PSM di kompetisi LPI. Kemudian berlanjut pada penetapan jumlah peserta ISL 2011-2012. 18 lalu 36 kemudian 24 dengan menambah 6 tim dengan alasan yang boleh jadi tidaklah relefan. Kemudian mengganti ISL menjadi IPL ( Rekakarnasi LPI ) demikian PT LI menjadi PT LPIS sebagai pengganti pengelola kompetisi dibawah naungan PSSI. Inilah pemicu terpecahnya K78 dimana sebagian besar dari mereka tetap menginginkan ISL, PT LI dan 18 tim sesuai hasil kongres bali 2010.
Diumumkannya oleh PSSI untuk tidak mengisinkan menempatkan pemain Timnas yang berlaga di ISL memicu kontroversi Mundurnya pelatih muda Rahmat Darmawan ( RD ) yang pernah membawa Sriwijaya Fc dan Persipura memuncaki Super Liga Indonesia untuk meng-arsiteki Timnas U23.
jadi ke mana sebetulnya olahraga sepakbola Indonesia akan dibawa oleh [untuk sementara] Keluarga Bakrie dan Keluarga Arifin? Mengapa misalnya, mereka tidak memilih arena lain untuk saling menembakkan senjata kepentingan politik mereka ketimbang merusak semangat dan antusiasme sebagian besar dari orang Indonesia yang mencintai dan mendukung Timnas?
Benar, olahraga sepakbola di dunia adakalanya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik. Tapi yang dipertontonkan oleh Keluarga Arifin dan Keluarga Bakrie dalam olahraga sepakbola Indonesia belakangan ini, sungguh sudah tidak menarik karena yang terbaca kemudian adalah mereka hanya meneruskan perseteruan pribadi menjadi perseteruan publik.
Bila terlihat dari kacamata pribadi Keluarga Bakrie masih lebih proaktif dalam kecintaan mereka di dunia sepak bola dengan merangkul club luar neegeri dan juga program SAD-nya ketimbang Arifin P yang memilih bermanufer dilingkup PSSI dalam negeri yang sudah barang tentu akan mendapatkan perlawanan dari orang orang yg tidak sepaham dengan konsep satu sponsor alis Konsorsium atau Arifin Panigara Bagi Duit ( APBD-nya Arifin P). Nafsu dan kepentingan politik mereka, apa boleh harus disebut menjijikkan . ?  Padahal kalau mereka mau, mereka bisa membesarkan olahraga sepakbola bersama-sama. Tanpa kepentingan apapun hingga mimpi sebagian besar dari kita untuk menempatkan Timnas di Piala Dunia menjadi kenyataan.


Artikel Terkait:

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-ash2/372897_131353430292780_619288642_n.jpg https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-snc4/188096_134547703323278_1162554518_n.jpg https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-snc4/372896_322832097804252_1451457464_n.jpg https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-ash2/188076_323826454312372_464368268_n.jpg https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-snc4/157988_245544635468600_1221856100_n.jpg https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-snc4/157972_225236267569573_1370082627_n.jpg

Baguru On Facebook

 
© Copyright 2010-2011 Baguru All Rights Reserved.
Template Design by Baguru | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.