Kisruh sepakbola nasional yang tiada henti, kini
makin menonjolkan 2 karakter tokoh yang berbeda. Djohar Arifin Husin
sebagai ketua umum PSSI, organisasi sepakbola resmi dibawah AFC dan FIFA
dan La Nyala Mataliti sebagai ketua KPSI yang mungkin dibawah FIFA dan
dalam lindungan mantan partai yang pernah lama berkuasa di Indonesia.
Djohar Arifin Husin mungkin satu-satunya ketua umum PSSI yang terlalu sabar dalam menghadapi fitnah, hujatan media pro KPSI dan hadangan kasar dari kubu yang memusuhinya dan ingin merebut kembali PSSI menjadi bagian dari kartel bisnisnya.
Saat ditanya oleh penulis apakah tidak terpancing emosinya untuk menyampaikan serangan balik dari hujatan-hujatan yang disampaikan kepadanya, Djohar Arifin mengatakan “ Biarlah Allah yang yang akan menunjukkan jalan terbaik dan hidayah bagi mereka yang menghujat saya”.
Sampai dengan saat ini dimata penulis, kekurangan terbesar dari sosok Djohar Arifin adalah ketegasan untuk mengganti pengurus PSSI yang bertipe penghianat, provokator dan hanya mengejar kekayaan pribadi daan golongannya. Struktur organisasi yang “gendut” juga dianggap sebagai upaya dari sekedar bagi-bagi kekuasaan saja atau tidak berani menolak pengurus titipan dari pihak-pihak yang merasa telah memberikan suara dukungan kepadanya di Konggres Solo lalu.
PSSI juga dianggap tidak tegas dalam menyikapi sikap perlawanan dari PT. Liga Indonesia yang menolak dilakukan audit secara independent terbuka oleh auditor yang berkualitas, dan sebagai pemegang saaham terbesar yaitu 99%, PT. Liga Indonesia tidak dapat melakukan aksi perseroan yang melanggar AD ART PT tanpa persetujuan pemegang saham mayoritas.
Satu lagi blunder yang dilakukan Djohar Arifin adalah dalam hal pemilihan pengurus eksekutif di PSSI yang terkesan tidak memakai prinsip “the right man on the right place”, banyak beberapa komentar yang bermunculan di media, tanpa terlebih dahulu diolah dengan baik oleh Divisi Humas atau Divisi Media Centernya. Pemilihan pengurus dari politikus didalam struktur kepengurusan juga merupakan kelemahannya, lihat saja ada sosok Saleh Ismail Mukadar dari PDIP, manajer timnas yang dua kali dari politikus, Ramadhan Pohan dari Demokrat dan Habil Maratti dari PPP.
La Nyala Mataliti yang juga seorang politikus Partai Pemuda Pancasila, muncul sebagai ketua KPSI adalah sosok yang baru muncul setelah diajak oleh K.78 yang didalamnya terdapat Saleh Ismail Mukadar pada saat revolusi PSSI era Nurdin Halid yang dianggap melanggar statuta FIFA. Sebagai ketua KPSI yang ingin menjadi ketua PSSI sebenarnya masih banyak kekurangan yang dimilikinya yaitu, pelanggaran statuta PSSI tentang kewajiban masa aktif di kepengurusan sepakbola selama minimal 5 tahun.
Beberapa kalimat blunder lainnya dari La Nyala Mataliti adalah kontroversi mengenai sepakbola bahkan jauh dari gelar Haji yang dimilikinya, berikut saya sampaikan rekaman diskusi di metrotvnews tanggal 29 Juli 2012.
Menurut La Nyala “MoU adalah katup penyelamat, dan JC adalah perangkat yang kita sepakati untuk mengelola proses transisi hingga kongres. Jika JC tidak berjalan dan sanksi itu akhirnya dikeluarkan oleh FIFA, saya tak akan bisa menolong, barangkali Tuhan pun tak akan bisa menolong,” .
Sepertinya kalau kita tarik arti pernyataan itu LNM telah mensejajarkan posisinya dengan Allah. “Saya Tak Akan bisa menolong, Tuhanpun tak akan bisa menolong” begitu hebatnya seorang La Nyala Matalitti yang sudah bergelar Haji didepan namanya. Semoga LNM cepat menyadari/kekeliruan apa yang telah diucapkannya dan meminta ampun kepada Allah, Yang Maha Kuasa.
Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) bukan untuk membenahi sepak bola Tanah Air, melainkan hanya untuk menduduki PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin Husin. La Nyala Matataliti yang tetap menggelar Kongres Luar Biasa (KLB), Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Minggu 18 Maret 2012, tidak diakui oleh AFC dan FIFA, karena di AFC dan FIFA konggres yang diakui hanya konggres terakhir di Solo. Manuver KSPI terlihat secara kasat mata hanya berlandaskan dendam dan mencerminkan sikap yang sangat haus jabatan.
KLB KPSI tersebut telah menetapkan La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Rahim Soekasah sebagai Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI yang sampai dengan saat ini tidak diakui dan disahkan oleh AFC dan FIFA.
Dalam menghadapi kisruh sepakbola nasional saat ini ini PSSI selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang menghadang. Tudingan minor dari kubu KPSI selalu dihujamkan setiap saat , sehingga PSSI harus bisa mensikapi dan memanfaatkan setiap momen perbaikan internal dengan baik, agar kita tidak tersingkir dari persaingan tersebut.
Saat ini sosok Djohar Arifin mungkin terkesan sulit untuk membedakan mana kawan dan mana lawan. Dan harus hati-hati, orang di sekitarnya ada yang tersenyum manis, memuji, dan kadangkala sok menjadi pahlawan yang selalu menawarkan jasanya pada kita. Tetapi di belakang, mereka justru bersikap sebagai musuh yang siap menghancurkan reputasi PSSI. Bahkan masa depan sepakbola nasional sekalipun.
Reformasi PSSI, sebagai Ketua Umum Djohar bisa mengganti secara tegas tanpa persetujuan untuk garis organisasi kepengurusan selain jabatan Waketum, Exco dan Sekjen. Hanya satu sosok yang masih pantas bercokol di PSSI yaitu Catur Agus Saptono yang memiliki integritas dan ketegasan sesuai aturan yang ada. Yang lainnya inilah ujian ketegasan seorang Djohar, apakah akan berani mengganti pengurus yang tidak produktif, ber kinerja buruk dan bertipe provokator, diganti dengan orang-orang yang memiliki integritas baik dan memegang teguh aturan yang ada untuk perbaikan sepakbola nasional.
''Allaahummahdiy qaumiy fainnahum la ya'lamun'' (Ya Allah, berilah petunjuk kepada mereka, sesungguhnya mereka tidak tahu).
@mediasepakbola.com
Ryan Adhianto
Pencinta Sepakbola Indonesia
Djohar Arifin Husin mungkin satu-satunya ketua umum PSSI yang terlalu sabar dalam menghadapi fitnah, hujatan media pro KPSI dan hadangan kasar dari kubu yang memusuhinya dan ingin merebut kembali PSSI menjadi bagian dari kartel bisnisnya.
Saat ditanya oleh penulis apakah tidak terpancing emosinya untuk menyampaikan serangan balik dari hujatan-hujatan yang disampaikan kepadanya, Djohar Arifin mengatakan “ Biarlah Allah yang yang akan menunjukkan jalan terbaik dan hidayah bagi mereka yang menghujat saya”.
Sampai dengan saat ini dimata penulis, kekurangan terbesar dari sosok Djohar Arifin adalah ketegasan untuk mengganti pengurus PSSI yang bertipe penghianat, provokator dan hanya mengejar kekayaan pribadi daan golongannya. Struktur organisasi yang “gendut” juga dianggap sebagai upaya dari sekedar bagi-bagi kekuasaan saja atau tidak berani menolak pengurus titipan dari pihak-pihak yang merasa telah memberikan suara dukungan kepadanya di Konggres Solo lalu.
PSSI juga dianggap tidak tegas dalam menyikapi sikap perlawanan dari PT. Liga Indonesia yang menolak dilakukan audit secara independent terbuka oleh auditor yang berkualitas, dan sebagai pemegang saaham terbesar yaitu 99%, PT. Liga Indonesia tidak dapat melakukan aksi perseroan yang melanggar AD ART PT tanpa persetujuan pemegang saham mayoritas.
Satu lagi blunder yang dilakukan Djohar Arifin adalah dalam hal pemilihan pengurus eksekutif di PSSI yang terkesan tidak memakai prinsip “the right man on the right place”, banyak beberapa komentar yang bermunculan di media, tanpa terlebih dahulu diolah dengan baik oleh Divisi Humas atau Divisi Media Centernya. Pemilihan pengurus dari politikus didalam struktur kepengurusan juga merupakan kelemahannya, lihat saja ada sosok Saleh Ismail Mukadar dari PDIP, manajer timnas yang dua kali dari politikus, Ramadhan Pohan dari Demokrat dan Habil Maratti dari PPP.
La Nyala Mataliti yang juga seorang politikus Partai Pemuda Pancasila, muncul sebagai ketua KPSI adalah sosok yang baru muncul setelah diajak oleh K.78 yang didalamnya terdapat Saleh Ismail Mukadar pada saat revolusi PSSI era Nurdin Halid yang dianggap melanggar statuta FIFA. Sebagai ketua KPSI yang ingin menjadi ketua PSSI sebenarnya masih banyak kekurangan yang dimilikinya yaitu, pelanggaran statuta PSSI tentang kewajiban masa aktif di kepengurusan sepakbola selama minimal 5 tahun.
Beberapa kalimat blunder lainnya dari La Nyala Mataliti adalah kontroversi mengenai sepakbola bahkan jauh dari gelar Haji yang dimilikinya, berikut saya sampaikan rekaman diskusi di metrotvnews tanggal 29 Juli 2012.
Menurut La Nyala “MoU adalah katup penyelamat, dan JC adalah perangkat yang kita sepakati untuk mengelola proses transisi hingga kongres. Jika JC tidak berjalan dan sanksi itu akhirnya dikeluarkan oleh FIFA, saya tak akan bisa menolong, barangkali Tuhan pun tak akan bisa menolong,” .
Sepertinya kalau kita tarik arti pernyataan itu LNM telah mensejajarkan posisinya dengan Allah. “Saya Tak Akan bisa menolong, Tuhanpun tak akan bisa menolong” begitu hebatnya seorang La Nyala Matalitti yang sudah bergelar Haji didepan namanya. Semoga LNM cepat menyadari/kekeliruan apa yang telah diucapkannya dan meminta ampun kepada Allah, Yang Maha Kuasa.
Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) bukan untuk membenahi sepak bola Tanah Air, melainkan hanya untuk menduduki PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin Husin. La Nyala Matataliti yang tetap menggelar Kongres Luar Biasa (KLB), Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Minggu 18 Maret 2012, tidak diakui oleh AFC dan FIFA, karena di AFC dan FIFA konggres yang diakui hanya konggres terakhir di Solo. Manuver KSPI terlihat secara kasat mata hanya berlandaskan dendam dan mencerminkan sikap yang sangat haus jabatan.
KLB KPSI tersebut telah menetapkan La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Rahim Soekasah sebagai Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI yang sampai dengan saat ini tidak diakui dan disahkan oleh AFC dan FIFA.
Dalam menghadapi kisruh sepakbola nasional saat ini ini PSSI selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang menghadang. Tudingan minor dari kubu KPSI selalu dihujamkan setiap saat , sehingga PSSI harus bisa mensikapi dan memanfaatkan setiap momen perbaikan internal dengan baik, agar kita tidak tersingkir dari persaingan tersebut.
Saat ini sosok Djohar Arifin mungkin terkesan sulit untuk membedakan mana kawan dan mana lawan. Dan harus hati-hati, orang di sekitarnya ada yang tersenyum manis, memuji, dan kadangkala sok menjadi pahlawan yang selalu menawarkan jasanya pada kita. Tetapi di belakang, mereka justru bersikap sebagai musuh yang siap menghancurkan reputasi PSSI. Bahkan masa depan sepakbola nasional sekalipun.
Reformasi PSSI, sebagai Ketua Umum Djohar bisa mengganti secara tegas tanpa persetujuan untuk garis organisasi kepengurusan selain jabatan Waketum, Exco dan Sekjen. Hanya satu sosok yang masih pantas bercokol di PSSI yaitu Catur Agus Saptono yang memiliki integritas dan ketegasan sesuai aturan yang ada. Yang lainnya inilah ujian ketegasan seorang Djohar, apakah akan berani mengganti pengurus yang tidak produktif, ber kinerja buruk dan bertipe provokator, diganti dengan orang-orang yang memiliki integritas baik dan memegang teguh aturan yang ada untuk perbaikan sepakbola nasional.
''Allaahummahdiy qaumiy fainnahum la ya'lamun'' (Ya Allah, berilah petunjuk kepada mereka, sesungguhnya mereka tidak tahu).
@mediasepakbola.com
Ryan Adhianto