Kisruh yang terjadi di PSSI belum usai, terakhir adalah batalnya kongres PSSI di Pekanbaru. Kisruh makin jadi dengan akhirnya Menpora tidak mengakui PSSI dibawah Nurdin Halid dan Nugraha Besoes. Sebaliknya, Nurdin Halid menganggap Andi Mallarangeng tidak cakap menjadi Menpora dan meminta presiden mencopot Andi Mallarangeng dari jabatan Menpora.
Membaca berita di portal berita di internet dan melihat langsung bagaimana reaksi Nurdin di televisi (baca : tvone), greget luar biasa dengan sikap “penguasa” PSSI ini. Menpora dianggap tidak cakap dan mempunyai perilaku yang buruk sebagai pejabat. Membiarkan dan merestui LPI terus bergulir, mendukung demo menurunkan Nurdin dari para supporter, dan sebagainya. Dan mungkin saking emosi yang udah menumpuk, keluarlah pernyataan meminta SBY untuk mencopot Andi Mallarangeng dari jabatan Menpora.
Opini saya :
Mengenai LPI, FIFA sendiri “membolehkan” LPI dan meminta PSSI merangkul ke dalam kompetisi yang legal dan diakui FIFA. Lewat pernyataan FIFA itu, PSSI untuk pertama kalinya (yang saya tau) berniat untuk merangkul LPI dengan syarat harus mulai dari divisi III terlebih dahulu. Padahal dari awal LPI bergulir, PSSI menganggap LPI illegal dan memberi sanksi buat mereka yang terlibat di dalamnya. Eh…sekarang lewat media televisi, Menpora dianggap tidak cakap dengan membiarkan LPI. Aneh. Lupa ya pernah niat merangkul LPI??
Mengenai pernyataan Nurdin Halid yang menganggap Andi Mallarangeng berperilaku buruk, saya malah bertanya “Apa Nurdin gak lebih buruk perilakunya?”. Mantan napi koruptor, menggunakan preman yang akhirnya merusak mobil Andi Darusalam dengan sabetan pedang. Buat saya menuduh orang berperilaku buruk, menandakan orang itu jauh lebih buruk.
Banyak hal yang membuat PSSI dengan Nurdin dan kroninya tidak cukup buat dituliskan disini.
Sebenernya buat saya sederhana saja. Selama dua periode memimpin PSSI, Nurdin Halid tidak berprestasi. Yang ada malah kompetisi yang carut marut, statuta PSSI yang tidak mengindahkan statuta FIFA, dan sebagainya. Dari semua itu, para pecinta sepakbola menginginkan perubahan. Caranya, Nurdin Halid dan kroninya harus mundur. Ibarat penyakit, ini udah sangat parah, akut. Harus segera disembuhkan dengan cara inti penyakitnya harus diambil.
Presiden Soeharto dulu mundur dengan legowo setelah para mahasiswa menuntut reformasi. Rupanya Nurdin tidak mencontoh pendahulu Golkarnya. Berdalih demokratisasi, Nurdin keukeuh masih ingin menjadi Ketum PSSI. Padahal hampir seluruh rakyat Indonesia, pecinta sepakbola Indonesia menginginkannya turun segera. Ini bukan sekedar menjunjung demokratisasi, tapi juga seharusnya ada etika, moral, dan sikap ksatria dari seorang pemimpin untuk mundur dengan legowo. Tapi lagi lagi Nurdin bertahan dengan segala cara, kalau perlu sambil menangis di ruangan DPR.
Sepertinya Nurdin semakin terdesak. Tambah terdesak dengan akhirnya Menpora tidak mengakui PSSI dibawah pimpinannya, menyetop bantuan APBN untuk kegiatan olahraga PSSI, dan tidak memberikan pelayanan ataupun fasilitas pemerintah untuk kegiatan PSSI, termasuk kantor PSSI itu sendiri. Nurdin udah terkepung. Entah mau nyari alasan apalagi buat bertahan.
Sederhana saja sebenarnya, harusnya Nurdin mundur dengan legowo. Naik panggung dengan tepuk tangan, alangkah berkesannya jika turun panggung juga diberi tepuk tangan. Ini bukan permintaan Menpora yang meminta anda mundur, ini semangat sepakbola Indonesia, ini permintaan saya, permintaan kami, permintaan rakyat Indonesia, permintaan pecinta sepakbola Indonesia yang menginginkan perubahan dan prestasi. Jadi….mundurlah Nurdin, mundurlah Nugraha, mundurlah Nirwan, mundurlah kalian dan kroni-kronimu!! Segera.
Membaca di portal berita tentang tanggapan Andi Malarareng soal Nurdin yang meminta SBY mencopot Menpora. Sama seperti Menpora, saya pun tertawa. Serius, saya ikut tertawa.
Selamat hari senin jelang selasa. Tambah satu lagi Udin Sedunia yang makin “terkenal”. Namanya (N)u(r)din Halid!
- – - -
Buka mata, buka telinga, dan lebih pentingnya buka hati. Lihat aksi kami, dengar suara dan keinginan kami, resapi di hati yang bersih dan terbuka.
Sumber