Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus pelajar, mahasiswa atau yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan.
Erny Ratnawati, Penggagas Rumah Baca dan Literasi Pucuk Cendikia |
Bangsa kita tengah membutuhkan para pemuda sebagai agen perubahan yang membawa pilar gagasan, cerdas nan berkualitas bagi bangsa. Hal yang dapat menjadi penyuntik dan katalisator tumbuhnya gagasan cerdas nan intelektualitas ini salah satunya adalah membumikan kultur membaca dan menulis di kalangan pemuda kita. Kenapa sedemikian pentingnya? Membaca dan menulis adalah dua warisan manusia yang tidak ternilai takaran kekayaanya. Membaca adalah gerbang ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah manusia. Membaca adalah salah satu elemen terpenting dalam peradaban keilmuan dunia. Budaya membaca dikatakan selalu berbanding linier dengan kualitas kecerdasan dan peradaban suatu bangsa. Sejarah mencatat tinta emas masa kegemilangan bangsa-bangsa besar dan berkembang sekarang juga tak terlepas dari budaya membacanya. Membaca seolah menjadi rahim peradaban cemerlang yang melahirkan pemikir yang menyumbangkan kontribusi terbaik untuk bangsanya. Tidak hanya disumbangkan oleh pemikir tua saja, tapi ternyata juga diinisiasi para pemuda pemuda yang cerdas.
Indonesia merupakan pengguna facebook dan twitter dengan jumlah yang fantastis. Menurut data yang dirilis dari checkfacebook.com, Indonesia adalah negeri terbesar kelima dari sisi pengguna dan pertumbuhan tercepat di antara Negara-negara di dunia. Sedangkan aworldoftwees merilis Indonesian twitter user mencapai 52,75% yang menjadi range tertinggi di Asia. Dengan berbekal “prestasi” di bidang jumlah jejaring social tersebut harusnya dapat sebanding dengan prestasi literasi bangsa. Meskipun demikian sayang sekali fakta berbicara bahwa budaya baca tulis bangsa Indonesia ternyata berada jauh di bawah bangsa bangsa barat.
Hal ini dapat dilihat dari budaya literasi bangsa yang masih timpang. Sebuah publikasi yang baru saja diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan bahwa Indonesia hanya mampu menerjemahkan 330 buku per tahun. Angka itu sangat menyedihkan karena hanya seperlima dari jumlah buku-buku yang mampu diterjemahkan oleh sebuah negara kecil seperti Yunani dalam setahunnya. Bahkan Spanyol mampu menerjemahkan rata-rata 100.000 buku setiap tahunnya. (Mashudi Antoro, 2010). Jumlah buku baru yang terbit di negeri ini hanya berkisar 8.000 judul/tahun, jumlah yang sangat minim jika dibandingkan dengan Vietnam dengan jumlah 45.000 judul/tahun dan Inggris yang menerbitkan 100.000 judul/tahun.
Jumlah judul buku baru yang ditulis, dan diterbitkan, kemudian dibaca masyarakat menunjukkan kapasitas mayoritas rakyat bangsa tersebut untuk melahirkan gagasan-gagasan baru yang didapat dari aktivitas membaca (Sudarwoto, 2009). Menulis adalah buah manfaat dari proses membaca. Menulis menempati tangga kedua sebagai gagasan terbesar sepanjang sejarah manusia dalam buku ’50 Gagasan Terbesar Sepanjang Sejarah Manusia.
Krisis budaya membaca dan menulis yang dialami Bangsa Indonesia saat ini masih belum memperoleh perhatian yang cukup layak. Padahal mengingat pentingnya peran budaya baca dan tulis dalam memperteguh dan mengembangkan peradaban, watak dan harga diri bangsa sangat besar. Minimnya budaya membaca harus disadari bangsa kita telah ketinggalan jauh dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Bahkan kita kalah dengan para tokoh bangsa kita sendiri di masa lalu seperti Dr Sutomo, Bung Hatta, Bung Karno atau Hamka. Para tokoh kita ini sangat mencintai buku dan memposisikan buku dalam kerangka membangun moral bangsa (character building) dalam mengembangkan budaya luhur yang berdasarkan kepada berkembangnya pemikiran, pengetahuan dan wawasan kemanusiaan, demokrasi dan kesetaraan
Oleh karena itu, kini para pemuda sangat diharapkan sebagai motor ide dan inspirator untuk membawa negeri ini melangkah membangun Indonesia lewat pencerdasan, di antaranya melalui pengembangan budaya literasi lewat gagasan yang ditelurkan. Gagasan cerdas yag dikemas melalui buku, artikel, opini, esai baik di media publik dimana menjadi goresan karya kontemplasi pemuda dalam menyuarakan langkah-langkah cerdasnya menjadi hal yang dinantikan sekarang. Sebagai kaum yang berkover highly idealism dan dianggap memiliki daya nalar kekritisan yang tinggi tentu pemuda memiliki bargaining power yang cukup kuat untuk mampu meramu tulisan tulisan kontributif untuk bangsa. Tulisan yang dibesut dapat menjadi inspirasi bagi khalayak luas sekaligus suatu print out pemikiran yang rekonstruktif dan solutif terhadap permasalahan seputar masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu memahami peran sebagai seorang pemuda maka selayaknya pemuda bergerak sebagai agen promotor pencerdasan bangsa dengan cara mengasah ketajaman membaca dan menulis. Pertama mengasah keahlian dan kompetensi secara pribadi melalui komunitas kepenulisan yang dan kemudian menjadi simulator dan activator untuk sekelilingnya. Karena hal kecil ini adalah langkah awal menuju perbaikan dan solusi atas masalah masalah kita. Budaya membaca dan menulis adalah ruh intelektual yang sepantasnya tersematkan di dada para pemuda kita. Karena dari sanalah produktivitas karya dan gagasan solutif akan banyak dilahirkan. Dari produktivitas itulah, pemuda Indonesia dapat membuktikan, bahwa mereka mampu menjadi agen solusi perubahan yang cerdas dengan sebenar-benarnya dengan torehan gagasan dan kontribusi yang luar biasa bagi Indonesia tercinta.
sumber
mantap, makasih buat artikel menariknya gan.
BalasHapus