Di Tanah Air, Peringatan Hari HAM
se-Dunia ditandai dengan sejumlah aksi oleh para pegiat HAM di beberapa
daerah. Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human
Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas:
Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa
dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai
busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi
Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu
(1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat
Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft,
perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah
mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung
ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu
mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya,
propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal atau nasional maupun
internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim.
HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan
berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik
yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian
serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di
tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di
Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks
pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya
tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah
tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS
pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer
(palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang
merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga
mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk
Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda
hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi
telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam
atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara
yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah),
dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas. Walhasil,
propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada
dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.
HAM: Alat Penjajahan Barat
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah
satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi
sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter.
Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi
tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM.
Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu
memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian
ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap
negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan
prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan
peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar
negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam
implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang
memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari
kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang
punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk
menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan
internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS
untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan
sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya
negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu
yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia,
Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer
akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk
menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya
telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua
dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai
bangsa di dunia.
Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI)
menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM
terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan
kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM
yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS,
menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan
pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan
membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan
wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi,
menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan,
ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum
di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan,
pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan
sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan
remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu,
polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan
menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus
tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS. Yang paling hangat, Amnesti
Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum
dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan
perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai
Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan
Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka
sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti
Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di
Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang
karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks
telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang
perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu
mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga
sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh
pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol
Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara
koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan
yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak.
Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang
diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.
Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
Sesungguhnya Kami telah memuliakan keturunan Adam (QS al-Isra’ [17]: 70).
Atas kemuliaan itulah Islam melindungi
jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan
untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu,
pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh
semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah
dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS
al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada
prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan
keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya,
penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan
terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada
dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah.