Ganda putri Indonesia
Greysia Polii dan Meliana Jauhari harus angkat koper setelah main sabun
dengan ganda Korea Selatan. Selain ganda Indonesia 6 pemain lainnya
adalah ganda Korea Selatan Ha Jung-eun/Kim Min-jung dan Kim Ha-na/Jung Kyung-eun dan ganda China u Yang/Wang Xiaoli. Federasi
Badminton Dunia (BWF) memutuskan bahwa kedelapan atlet badminton, yang
merupakan pemain ganda puteri dari Tiongkok, Korea Selatan dan Indonesia
melanggar tata tertib untuk “tidak menggunakan salah satu upaya terbaik
seseorang guna memenangkan pertandingan” dan “berperilaku dalam cara
yang jelas-jelas merugikan pertandingan olahraga itu”.
Foto : wasit memberikan kartu hitam kepada pemain, sumber gambar disini
Perilaku para
atlit ini tentu tidak dibenarkan karena sportivitas adalah nafas dari
olahraga. Prestasi harus diraih dengan cara-cara yang sportif bukan
menghalalkan segala cara. Demi menghindari lawan kuat di babak
selanjutnya pemain Indonesia dan Korea Selatan seolah tidak mau menang.
Demikian halnya ganda Cina yang mengalah agar tidak bertemu dengan ganda
Cina lainnya. Dalam tayangan televisi nampak bagaimana permainan yang
mereka suguhkan begitu membosankan. Para penonton meneriaki
mereka dan menganggap panggung opera sabun sedang dipertontonkan
alih-alih sebuah pertandingan olahraga di arena olimpiade.
Sejarah emas Indonesia
Prestasi di ajang Olimpiade adalah tolak ukur
prestasi olahraga di level Internasional. Atlit-atlit terbaik dari
seluruh penjuru dunia bersaing untuk menjadi yang terbaik di ajang empat
tahunan ini. Olimpiade London tahun 2012 merupakan penyelenggaraan ke 3
sepanjang sejarah kota ini. Sebelumnya London pernah menggelar
olimpiade pada tahun 1908 dan 1948. Indonesia memulai partisipasi di
ajang olimpiade semenjak tahun 1952. Prestasi terbaik Indonesia sejauh
ini adalah meraih 6 medali emas yang semuanya dihasilkan dari cabang
bulutangkis.
Sejarah emas Indonesia di cabang bulutangkis dimulai dari duet emas Alan Budikusuma dan Susi Susanti. Pada olimpiade 1992 yang digelar di Barcelona, Spanyol mereka menyumbangkan emas dari tunggal putra dan putri. Empat tahun berselang, giliran ganda putra Ricky Subagja/Rexi Mainaki yang mengukir prestasi di Olimpiade Athena 1996. Ricky/Rexi
tampil digjaya dan membawa pulang emas ke tanah air. Tradisi emas
kembali berlanjut di Olimpiade 2000 yang digelar di Sydney, Australia.
Ganda putra Tony Gunawan/Chandra Wijaya memastikan emas untuk Indonesia
kembali diraih. Taufik Hidayat meraih emas Pada Olimpiade 2004 yang
digelar Athena, Yunani. Emas terakhir di peroleh pada Olimpiade
Beijing 2008, lewat ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan. Kala itu
Kido/Hendra sukses membuyarkan impian ganda tuan rumah, Fu Haifeng/Cai
Yun, untuk merebut emas di depan publik sendiri
Foto pasangan emas Alan dan Susi, sumber gambar disini
Foto Ricky/Rexy ketika meraih emas, sumber gambar disini
Candra Wijaya/Tony Gunawan meraih emas di Sydney, sumber gambar disini
Taufik Hidayat mempersembahkan emas di Athena, sumber gambar disini
Foto Markis Kido/Hendra Setiawan di Beijing 2008. sumber gambar disini
Carut Marut Pembinaan Olahraga di Indonesia
Kegagalan meraih emas di ajang
Olimpiade menunjukkan carut marutnya pembinaan olahraga di Indonesia.
Memiliki penduduk yang mencapai 200 juta lebih tentunya bukan hal sulit
untuk menemukan bakat atlit di berbagai cabang olahraga. Regenerasi
atlit Indonesia di berbagai cabang seolah mandek sehingga atlit senior
yang sudah tidak berprestasi masih tetap di andalkan. Di cabang
bulutangkis misalnya setelah era Susi Susanti Indonesia tidak memiliki
tunggal putri yang mampu meraih prestasi terbaik di kancah
Internasional. Taufik Hidayat menjadi tunggal putra terakhir yang mampu
mengangkat prestasi Indonesia. Hingga hari ini Indonesia masih menunggu
penerusnya di nomor tunggal putra.
Di cabang olahraga lain seperti
sepakbola pembinaan usia dini juga tidak berjalan baik. Konflik
internal PSSI sebagai induk sepakbola di Indonesia lebih mengemuka
daripada prestasi yang bisa ditunjukkan oleh tim nasional. Tawuran dan
kerusuhan suporter menghiasi pemberitaan media massa. Elit organisasi
lebih suka berkonflik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada
berfikir untuk prestasi bangsa.
Pembinaan usia
dini adalah investasi bagi prestasi olahraga di masa depan. Tanpa
perencanaan matang dan berorientasi prestasi maka pembinaan tidak akan
berbuah prestasi. Bercermin dari negara-negara lain yang sukses di
bidang olahraga, pembinaan usia dini adalah investasi yang dikelola
dengan profesional. Indonesia semestinya mencontoh pola pembinaan tersebut sehingga prestasi olahraga bukan sekedar impian.
Secercah Senyum dari Angkat Besi
Prestasi lifter Triyatno dan Eko
Yuli Irawan menyumbangkan medali perak dan perunggu di cabang angkat
besi mencoba pengobat kegagalan meraih emas. Cabang angkat
besi memberikan secercah harapan untuk mengangkat prestasi olahraga
Indonesia di kancah internasional. Keberhasilan mereka sekaligus
membuktikan bahwa sesungguhnya atlit-atlit Indonesia bisa bersaing di
kancah internasional. Bakat yang dimiliki oleh bangsa ini juga melimpah.
Persoalannya terletak pada keseriusan pihak-pihak pemangku kepentingan
dalam menjalankan pembinaan usia dini.
Triyatno Meraih Perak, sumber gambar disini
Berkaca dari pembinaan olahraga yang berjalan selama ini muncul sebuah pesimisme terhadap
pola dan model rekrutmen atlit. Bibit-bibit atlet terbaik terkadang
tidak bisa mengasah dan menunjukkan bakatnya karena mereka tidak
memiliki kesempatan untuk bergabung dengan sekolah olahraga. Sebagai
contoh, menjamurnya sekolah sepakbola (SSB) tidak berbanding lurus
dengan lahirnya bakat-bakat terbaik di bidang ini. Untuk bisa bergabung
dengan SSB mereka harus mengeluarkan sejumlah uang yang terkadang tidak
dimiliki oleh keluarga tidak mampu. Jadilah bakat yang semestinya bisa
dikembangkan harus terus terpendam tanpa sempat muncul dipermukaan.
Perlu dipikirkan model pembinaan usia dini
yang bisa memberi kesempatan kepada segenap masyarakat guna
mengembangkan bakat yang dimiliki. Pemerintah, induk olahraga dan
sekolah harus bersinergi secara aktif untuk memantau bibit-bibit terbaik
dari seluruh penjuru tanah air. Berilah kesempatan kepada mereka untuk
menujukkan prestasi. Terakhir jauhkanlah olahraga dari campur tangan
kepentingan politik sehingga olahraga bisa menjaga sportifitas dan
prestasi. Terkadang olahraga di Indonesia justru lebih kuat muatan
kepentingan politiknya daripada aspek pembinaan dan prestasi. Olahraga
digunakan untuk membangun citra demi pencalonan dalam berbagai jabatan.
Pembinaan olahraga semenjak usia dini hakekatnya adalah investasi
jangka panjang yang membutuhkan usaha dan perhatian secara maksimal.
Sudah bukan waktunya lagi pembinaan dilakukan dengan asal-asalan
Sumber
Sumber
salam hangat dari kami ijin menyimak dari kami pengrajin jaket kulit
BalasHapus